Minggu, 21 Oktober 2012

Aku, Kamu, Kita ...


Sejak awal, ketika tubuh tegapmu menjegatku, aku sudah mereka-reka banyak jawaban di kepala. Saat sosokmu mulai kuasai pandangan, aku tau ada sesuatu yang berbeda dalam dirimu. Kamu lebih sering berjalan dan berkeliling sambil melipat tangan di depan dada. Wajahmu dilipat sedemikian rupa hingga terlihar jutek dan cukup tampak menyebalkan. Hidung mancungmu lebih sering jadi pusat pandangan, dan betapa aku benci harus jujur mengenai hal ini~ kamu sangat memabukkan.

Tubuhmu mematung di depan mereka yang mengagumi kewibawaanmu. Kamu cukup mengunci mulut, tanpa membentak dan mereka semua mengerti apa yang kau mau. Dari yang kulihat, kamu bukanlah sosok yang pantas diabaikan. Maka, kuputuskan untuk terus menatapmu diam-diam, meskipun kau sibuk dengan banyak hal yang tak berhubungan denganku.

Berkali-kali kau melangkahkan kaki, kesana-kemari, dari sudut sana hingga sudut sini, berpindah ke banyak sisi~ kau renggut semua rasa peduli. Sesekali kau bertanya pada mereka, namun suaramu tak kunjung terdengar olehku. Suasana riuh hamburkan segalanya, meskipun terdengar berantakan, tapi nyatanya aku masih tak ingin melepas pandanganku dari gerak-gerik tubuhmu. Kuperhatikan caramu menggerakkan bibir, menggerakkan tanganmu, juga saat kaugerakkan tubuhmu, Kamu tak pernah luput dari rasa penasaranku. Kau rebut kewarasanku hingga menyentuh titik klimaks. Aku belum ingin meledak, aku masih ingin melihat sosokmu bergerak.

Langkahmu anggun, pelan, tapi pasti. Terarah namun tak tergesa-gesa, kamu berpindah ke barisan belakang untuk menjalankan tugas yang kau emban. Beberapa kali kau ajak rekanmu berbicara, dan itulah kali pertama senyummu terlengkung sempurna. Aku terpukau dan semakin membabi buta, sungguh aku sangat ingin memastikan semuanya. Apakah kamu adalah dia, yang telah kuduga-duga? Atau semua hanya khayal yang melebihi batas wajar?

Entah sudah menit yang keberapa dan pandanganku masih tak ingin melepaskanmu, Kamu seperti magnet dengan daya tarik terkuat dan aku adalah benda konduktor yang rela ditarik oleh magisnya pesonamu. Awalnya, segalanya terasa asing, tapi denganmu semua nampak jelas. Senyummu tak terlalu sering tampak, karena memang tugasmu adalah memasang tampang yang menyebalkan. Jika kuminta sekali saja agar kau tersenyum hanya untukku... maukah?

Aku tau kamu tak akan sadar kalau kuperhatikan, dan mungkin saja kamu memang tak mau tau tentang seseorang yang diam-diam menyimpan goresan wajahmu dalam ingatam. Iya, mungkin juga kamu tak punya rasa peduli. Dan, aku hanya terjebak pertemuan semu yang berujung siksa, jika yang kuharapkan terlalu tinggi untuk kugapai.

Harapanku tak terlalu tinggi, hanya ingin kau menatapku dengan tatapan ramah dan hangat. Aku juga ingin mendengar suaramu dan merasakan hangatnya jemarimu. Di sudut sana, kamu berdiri dengan tatapan dingin, kepalamu diangkat  kasar agar terkesan angkuh. Aku menghela nafas dan kubiarkan kau lepas. Sedetik, dua detik, tiga detik... dan kau sudah memiliki tempat spesial itu; HATIKU.

Selebihnya, aku tak lagi kenal hari. Aku hanya pandai menghitung-hitung wajahmu yang kini sering muncul tiap malam. Rambut rapimu yang berkilauan karena keringat dan sinar matahari menjadi bayang-bayang yang mengusik konsentrasiku. Waktuku tersita sangat lama, hanya untuk memikirkanmu, juga pertemuan absurd kita yang terjadi tanpa sengaja.

Baru kali ini aku rajin menghitung hari, hingga waktunya datang dan aku kembali bertemu denganmu lagi.
Kau kenakan jaket hitam. Kau kenakan jaket yang kebesaran, dengan jilbab putih yang mengubah wajahku menjadi polos.

AKU, KAMU, KITA ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar